Dahulu,
tahun 90-an saya pernah mengunjungi desa terpencil yang berada di
lembah dan diapit perbukitan, terletak di tengah hutan lindung
perbatasan antara Jepara-Kudus-Pati di gunung Muria. Saat itu saya masih
SMP yang sedang camping liburan cawu di perbatasan desa antara Tempur
dan Dhamarwulan. Hartoyo teman kami yang tinggal di Tempur mengundang
kami ke rumahnya. Mencapai desa terpencil satu ini, membutuhkan daya
upaya yang cukup kuat. Kami hanya bisa berjalan kaki untuk menempuh
perjalanan selama satu hari penuh menuju ke rumah Hartoyo.
Akses jalan belum dibuka, tetapi pemerintah Jepara saat itu baru membuka jalan hingga sampai ke Desa Dhamarwulan. Buldozer sudah memapras sebagian pinggiran bukit hingga wilayah terahir Dhamarwulan yang waktu itu saya pakai sebagai lokasi kemah, untuk dibuat akses jalan bermotor. Letak geografisnya yang berada di daratan tinggi dan berbukit-bukit serta belum adanya akses jalan mengakibatkan orang susah mengembangkan desanya. Hasil bumi susah untuk diperdagangkan keluar karena fasilitas jalan belum memadai saat itu, hanya jalan setapak dan decak kaki yang bisa menjangkau desa ini. Kami memulai berjalan kaki dari jam 7 pagi dan sampai di rumah Hartoyo jam 12 siang.
Selama perjalanan kami ditemani pepohonan rindang menghijau dengan akar-akar yang menjuntai keluar dan suara gemericik arus kali sepanjang jalur yang kami lalui. Cahaya mentari saat itu masih belum bisa menembus jalan setapak maupun aliran sungai karena terhalang rimbunnya hutan. Sesekali monyet penghuni rimba itu menampakkan diri seakan mengawas kami, mereka bergelantungan bebas membuat perjalanan ini lebih semarak. Alunan kicau burung, seranggapun menghibur kami. Suasana begitu meriah menyambut saat kami masuk ruang rimba mereka. Pohon durian seakan tak ada habisnya tumbuh liar di hutan dan berbuah bisa di nikmati secara gratis. Kaki kami tak lelah berhenti melangkah dijalan tanah yang licin, tanjakan dan jurang-jurang terjal, menyeberang sungai yang mempesona disela-sela lembah.
Desa Tempur
Desa Tempur Kecamatan Keling Kabupaten Jepara terletak di gunung Muria di ketinggian 800 mdpl, merupakan sebuah Desa terpencil diantara pegunungan yang rindang dan sungai yang meliuk-liuk sepanjang aliran perbukitan yang mengalir menuju hilir di perkampungan yang paling tinggi ini. Perjalanan ke Desa yang asri nan terpencil ini diperlukan waktu tempuh sekitar hampir 1,5 Jam dari rumah tinggal saya di Bangsri bila kondisi alam bersahabat, dengan menggunakan kendaraan roda dua menempuh jalan aspal yang licin, bebatuan, tanjakan dan jurang-jurang terjal, sawah berundak di antara perbukitan yang mempesona disela-sela hutan tropis yang menggundul memanjakan mata ini. Sesekali kami berhenti untuk merekam dengan kamera mengabadikannya dalam gambar karena keelokan alamnya.
Desa ini dikeliling gunung Muria, dan mengalir sungai yang membelah lembah. Selain sebagai desa yang memiliki panorama alam yang indah, Desa Tempur sebagian warga adalah petani kopi. Akses ke Desa Tempur tidak sulit semenjak ada pembukaan jalan beraspal yang meliuk-liuk di antara punggung perbukitan Muria.
Alam tanpa sungkan melepas senyum kepada kami, senyum kedamaian dan kelestarian, suatu pemandangan yang membuat kami bisa betah berlama-lama disini. di rumah Hartoyo kami langsung disuguhi kopi Tempur yang menjadi minuman khas sejak dulu dan sayur talas menjadi menu makan siang kami. Nikmatnya tak terkira, racikan bumbu menusuk masuk ke rongga mulut membuyarkan kelelahan kami. Pahitnya kopi tempur masuk melumuri lidah membuat keringat ini luluh. Rumah disini masih menggunakan kayu dan bahan dari alam yang di sediakan oleh alam.
Belum banyak penghuni saat itu, rumah-rumah masih berjauhan berada diantara bukit. Kunjungan ke Desa Tempur bagi kami adalah sebuah perjalanan yang mengasikkan dan penuh dengan tantangan dengan obyek wisata yang memikat, sejak dari lokasi kemah kami Di Dhamarwulan hingga ke Desa Tempur mata kita telah dihibur oleh Hutan tropis dengan aneka ragam jenis pohon yang menghijau, jalan yang meliuk-liuk dan pegunungan yang indah dan asri, terasering persawahan, serta mengarungi sungai yang deras melewati perkampungan yang unik khas dataran tinggi sejuk.
Perubahan Kondisi Desa & Alam Sekitar
Tentu manusia yang tinggal di Desa Tempur menginginkan perubahan untuk kemajuan, mereka membutuhkan akses jalan dan jembatan yang lebih baik untuk memasarkan hasil-hasil yang mereka peroleh dari ladang, pertanian, peternakan agar ekonomi mereka lebih meningkat, agar anak-anak mereka dapat bersekolah keluar dari Desa dan dengan mudah mendapatkan fasilitas lain yang memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka.
Usaha mereka saat itu dengan melakukan gotong royong seluruh warga setiap dua minggu sekali membangun jalan. Warga sejak dulu menginginkan pembangunan desanya yang masih terisolir terutama sarana transportasi merupakan upaya untuk mengubah suatu desa yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai keterbatasan fisik untuk menjadi desa yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat desa lainnya di Jepara.
Dalam kurun waktu sekitar 26 tahun ini, kunjungan saya kedua Juli 2016 sudah membuktikan bahwa desa yang terisolir dipegunungan banyak mengalami perubahan, desa yang dulunya tidak bisa di lewati kenderaan sekarang sudah bisa dilewati kenderaan. Ini membawa perubahan sangat besar bagi dampak kehidupan bagi warganya. Saya sedikit kaget, saat napak tilas melihat keberadaan desa dan sutuasi alamnya yang sungguh berbeda drastis bahwa suatu proses pembangunan seringkali mengorbankan lingkungan/alam demi melancarkan proses pembangunan. Dahulu sepanjang sungai yang kami lalui tertutup oleh rindangnya pohon hingga cahaya mentari tak bisa masuk, lalu lalang akar-akaran pohon menjuntai sepanjang jalan setapak, hewan penghuni hutanpun masih berkeliaran, tetapi sekarang kondisinya sudah beda, semua terbuka lebar, pembukaan lahan sawah yang masif dan pembangunan infrastruktur yang menurut saya tak dibarengi dengan kelestarian alam. Saya sudah tak menemukan pohon buah seperti durian yang waktu itu dengan mudah kami temukan disepanjang jalan setapak yang kami lalui. Pada hakekatnya hubungan manusia dengan alam harus seimbang, manusia sangat bergantung pada seluruh hasil dari alam. Dalam konteks pembangunan seringkali manusia tidak memikirkan akibat yang terjadi dengan alam atau lingkungan sekitarnya. terbukti pada tahun 2006, desa Tempur ini sempat dilanda banjir besar yang merusak jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya. Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Cukup disayangkan. Tetapi, kata warga setempat tahun ini ingi. melakukan upaya pelestarian alam dengan menggalakkan kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang sudah gundul.
Tanaman mampu memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Rusaknya hutan menyebabkan jutaan tanaman lenyap sehingga produksi oksigen bagi atmosfer jauh berkurang. Tetapi pada akhirnya perjalananku tetap menyenangkan dan bisa menemukan serta berkunjung kembali ke rumah Hartoyo dengan suguhan menu yang sama, Kopi Tempur. Selayang sekilas kesan kedua tentang pengamatan saya setelah menginjakkan kaki di desa Tempur selama perjalanan. Pada dasarnya hubungan manusia dengan alam harus seimbang, saling menjaga, merawat, bersinergi, manusia sangat bergantung pada seluruh hasil dari alam.
Perkebunan Kopi
Hasil alam terbesar di desa ini adalah kopi. Sejak jaman dulu hingga sekarang kopi Tempur tetap menjadi primadona hasil bumi. Dengan berbagai gempuran perubahan sosial dan perubahan alam, kopi masih menjadi andalan komoditas di desa ini, selalu mendapatkan hati bagi warga Tempur dan Jepara. Walau begitu, bentang alamnya masih nampak mempesona. Hamparan kebun kopi sejauh mata memandang dipagari gunung-gunung di sekelilingnya, dikombinasikan dengan keramahan menyenangkan dari penduduk membuat desa ini tetap berbeda. Kopi menjadi ciri khas Desa ini, dan menjadi komoditas utama yang bisa menopang kehidupan warga yang hidup di wilayah ini.
Jika memasuki wilayah ini, bentangan bukit dan lereng akan dipenuhi oleh tanaman kopi. Tak hanya sebagai komoditas dan hasil bumi yang menjadi unggulan, tetapi tanaman perkebunan ini bermanfaat sebagai penghijauan guna mencegah erosi diantaranya adalah kopi karena mempunyai sifat-sifat botani dan memenuhi standar budidaya tanaman yang beperan dalam konservasi tanah dan air. Produksi kopi semakin meningkat karena dibantu oleh pemerintah Jepara dalam mempromosikan dan membangun infrastrukturnya, sehingga kopi tetap menjadi perburuan para pengunjung ke desa ini. Dengan demikian perkebunan kopi memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kesejahteraan warga di samping memperbaiki kondisi lahan di dalam kawasan yang diharapkan memiliki fungsi lindung.
Seperti halnya kawasan pegunungan di daerah lainnya, daerah Tempur ‘getol’ meningkatkan potensi alam yang sangat menarik untuk dikembangkan dan dikelola dengan baik untuk menjaga kualitas dan agar selalu berproduksi. Diharapkan dengan program tanam kopi jenis robusta ini produktivitas kopi tetap meningkat mengingat Indonesia adalah produsen kopi robusta terbesar. Tak hanya itu, kesejehteraan petani pun diharapkan akan dan terus meningkat. Dan kopi sendiri selalu mendapatkan tempat di warga, karena penyumbang hasil terbesar di Jepara.
Akses jalan belum dibuka, tetapi pemerintah Jepara saat itu baru membuka jalan hingga sampai ke Desa Dhamarwulan. Buldozer sudah memapras sebagian pinggiran bukit hingga wilayah terahir Dhamarwulan yang waktu itu saya pakai sebagai lokasi kemah, untuk dibuat akses jalan bermotor. Letak geografisnya yang berada di daratan tinggi dan berbukit-bukit serta belum adanya akses jalan mengakibatkan orang susah mengembangkan desanya. Hasil bumi susah untuk diperdagangkan keluar karena fasilitas jalan belum memadai saat itu, hanya jalan setapak dan decak kaki yang bisa menjangkau desa ini. Kami memulai berjalan kaki dari jam 7 pagi dan sampai di rumah Hartoyo jam 12 siang.
Selama perjalanan kami ditemani pepohonan rindang menghijau dengan akar-akar yang menjuntai keluar dan suara gemericik arus kali sepanjang jalur yang kami lalui. Cahaya mentari saat itu masih belum bisa menembus jalan setapak maupun aliran sungai karena terhalang rimbunnya hutan. Sesekali monyet penghuni rimba itu menampakkan diri seakan mengawas kami, mereka bergelantungan bebas membuat perjalanan ini lebih semarak. Alunan kicau burung, seranggapun menghibur kami. Suasana begitu meriah menyambut saat kami masuk ruang rimba mereka. Pohon durian seakan tak ada habisnya tumbuh liar di hutan dan berbuah bisa di nikmati secara gratis. Kaki kami tak lelah berhenti melangkah dijalan tanah yang licin, tanjakan dan jurang-jurang terjal, menyeberang sungai yang mempesona disela-sela lembah.
Desa Tempur
Desa Tempur Kecamatan Keling Kabupaten Jepara terletak di gunung Muria di ketinggian 800 mdpl, merupakan sebuah Desa terpencil diantara pegunungan yang rindang dan sungai yang meliuk-liuk sepanjang aliran perbukitan yang mengalir menuju hilir di perkampungan yang paling tinggi ini. Perjalanan ke Desa yang asri nan terpencil ini diperlukan waktu tempuh sekitar hampir 1,5 Jam dari rumah tinggal saya di Bangsri bila kondisi alam bersahabat, dengan menggunakan kendaraan roda dua menempuh jalan aspal yang licin, bebatuan, tanjakan dan jurang-jurang terjal, sawah berundak di antara perbukitan yang mempesona disela-sela hutan tropis yang menggundul memanjakan mata ini. Sesekali kami berhenti untuk merekam dengan kamera mengabadikannya dalam gambar karena keelokan alamnya.
Desa ini dikeliling gunung Muria, dan mengalir sungai yang membelah lembah. Selain sebagai desa yang memiliki panorama alam yang indah, Desa Tempur sebagian warga adalah petani kopi. Akses ke Desa Tempur tidak sulit semenjak ada pembukaan jalan beraspal yang meliuk-liuk di antara punggung perbukitan Muria.
Alam tanpa sungkan melepas senyum kepada kami, senyum kedamaian dan kelestarian, suatu pemandangan yang membuat kami bisa betah berlama-lama disini. di rumah Hartoyo kami langsung disuguhi kopi Tempur yang menjadi minuman khas sejak dulu dan sayur talas menjadi menu makan siang kami. Nikmatnya tak terkira, racikan bumbu menusuk masuk ke rongga mulut membuyarkan kelelahan kami. Pahitnya kopi tempur masuk melumuri lidah membuat keringat ini luluh. Rumah disini masih menggunakan kayu dan bahan dari alam yang di sediakan oleh alam.
Belum banyak penghuni saat itu, rumah-rumah masih berjauhan berada diantara bukit. Kunjungan ke Desa Tempur bagi kami adalah sebuah perjalanan yang mengasikkan dan penuh dengan tantangan dengan obyek wisata yang memikat, sejak dari lokasi kemah kami Di Dhamarwulan hingga ke Desa Tempur mata kita telah dihibur oleh Hutan tropis dengan aneka ragam jenis pohon yang menghijau, jalan yang meliuk-liuk dan pegunungan yang indah dan asri, terasering persawahan, serta mengarungi sungai yang deras melewati perkampungan yang unik khas dataran tinggi sejuk.
Perubahan Kondisi Desa & Alam Sekitar
Tentu manusia yang tinggal di Desa Tempur menginginkan perubahan untuk kemajuan, mereka membutuhkan akses jalan dan jembatan yang lebih baik untuk memasarkan hasil-hasil yang mereka peroleh dari ladang, pertanian, peternakan agar ekonomi mereka lebih meningkat, agar anak-anak mereka dapat bersekolah keluar dari Desa dan dengan mudah mendapatkan fasilitas lain yang memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka.
Usaha mereka saat itu dengan melakukan gotong royong seluruh warga setiap dua minggu sekali membangun jalan. Warga sejak dulu menginginkan pembangunan desanya yang masih terisolir terutama sarana transportasi merupakan upaya untuk mengubah suatu desa yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai keterbatasan fisik untuk menjadi desa yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat desa lainnya di Jepara.
Dalam kurun waktu sekitar 26 tahun ini, kunjungan saya kedua Juli 2016 sudah membuktikan bahwa desa yang terisolir dipegunungan banyak mengalami perubahan, desa yang dulunya tidak bisa di lewati kenderaan sekarang sudah bisa dilewati kenderaan. Ini membawa perubahan sangat besar bagi dampak kehidupan bagi warganya. Saya sedikit kaget, saat napak tilas melihat keberadaan desa dan sutuasi alamnya yang sungguh berbeda drastis bahwa suatu proses pembangunan seringkali mengorbankan lingkungan/alam demi melancarkan proses pembangunan. Dahulu sepanjang sungai yang kami lalui tertutup oleh rindangnya pohon hingga cahaya mentari tak bisa masuk, lalu lalang akar-akaran pohon menjuntai sepanjang jalan setapak, hewan penghuni hutanpun masih berkeliaran, tetapi sekarang kondisinya sudah beda, semua terbuka lebar, pembukaan lahan sawah yang masif dan pembangunan infrastruktur yang menurut saya tak dibarengi dengan kelestarian alam. Saya sudah tak menemukan pohon buah seperti durian yang waktu itu dengan mudah kami temukan disepanjang jalan setapak yang kami lalui. Pada hakekatnya hubungan manusia dengan alam harus seimbang, manusia sangat bergantung pada seluruh hasil dari alam. Dalam konteks pembangunan seringkali manusia tidak memikirkan akibat yang terjadi dengan alam atau lingkungan sekitarnya. terbukti pada tahun 2006, desa Tempur ini sempat dilanda banjir besar yang merusak jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya. Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Cukup disayangkan. Tetapi, kata warga setempat tahun ini ingi. melakukan upaya pelestarian alam dengan menggalakkan kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang sudah gundul.
Tanaman mampu memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Rusaknya hutan menyebabkan jutaan tanaman lenyap sehingga produksi oksigen bagi atmosfer jauh berkurang. Tetapi pada akhirnya perjalananku tetap menyenangkan dan bisa menemukan serta berkunjung kembali ke rumah Hartoyo dengan suguhan menu yang sama, Kopi Tempur. Selayang sekilas kesan kedua tentang pengamatan saya setelah menginjakkan kaki di desa Tempur selama perjalanan. Pada dasarnya hubungan manusia dengan alam harus seimbang, saling menjaga, merawat, bersinergi, manusia sangat bergantung pada seluruh hasil dari alam.
Perkebunan Kopi
Hasil alam terbesar di desa ini adalah kopi. Sejak jaman dulu hingga sekarang kopi Tempur tetap menjadi primadona hasil bumi. Dengan berbagai gempuran perubahan sosial dan perubahan alam, kopi masih menjadi andalan komoditas di desa ini, selalu mendapatkan hati bagi warga Tempur dan Jepara. Walau begitu, bentang alamnya masih nampak mempesona. Hamparan kebun kopi sejauh mata memandang dipagari gunung-gunung di sekelilingnya, dikombinasikan dengan keramahan menyenangkan dari penduduk membuat desa ini tetap berbeda. Kopi menjadi ciri khas Desa ini, dan menjadi komoditas utama yang bisa menopang kehidupan warga yang hidup di wilayah ini.
Jika memasuki wilayah ini, bentangan bukit dan lereng akan dipenuhi oleh tanaman kopi. Tak hanya sebagai komoditas dan hasil bumi yang menjadi unggulan, tetapi tanaman perkebunan ini bermanfaat sebagai penghijauan guna mencegah erosi diantaranya adalah kopi karena mempunyai sifat-sifat botani dan memenuhi standar budidaya tanaman yang beperan dalam konservasi tanah dan air. Produksi kopi semakin meningkat karena dibantu oleh pemerintah Jepara dalam mempromosikan dan membangun infrastrukturnya, sehingga kopi tetap menjadi perburuan para pengunjung ke desa ini. Dengan demikian perkebunan kopi memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kesejahteraan warga di samping memperbaiki kondisi lahan di dalam kawasan yang diharapkan memiliki fungsi lindung.
Seperti halnya kawasan pegunungan di daerah lainnya, daerah Tempur ‘getol’ meningkatkan potensi alam yang sangat menarik untuk dikembangkan dan dikelola dengan baik untuk menjaga kualitas dan agar selalu berproduksi. Diharapkan dengan program tanam kopi jenis robusta ini produktivitas kopi tetap meningkat mengingat Indonesia adalah produsen kopi robusta terbesar. Tak hanya itu, kesejehteraan petani pun diharapkan akan dan terus meningkat. Dan kopi sendiri selalu mendapatkan tempat di warga, karena penyumbang hasil terbesar di Jepara.