Polyglot atau orang yang menguasai
dengan mahir lebih dari 4 bahasa mungkin banyak di dunia. Namun yang
bisa menguasai mahir puluhan hingga ratusan bahasa sangat langka.
Berikut 5 polyglot terhebat di dunia itu.
Raden
Mas Panji Sosrokartono, mungkin tak banyak yang mendengar nama dan
kiprahnya. Namun siapa sangka, kakak dari Raden Ajeng Kartini ini
termasuk POLYGOT PERTAMA INDONESIA
Dikutip dari berbagai sumber, termasuk dari buku 'Bunga Rampai: Sikap Hidup Drs RMP Sosrokartono'
yang ditulis Moesseno Kartono, RMP Sosrokartono ini menguasai 26 bahasa
asing dan 10 bahasa daerah Indonesia. Sosrokartono, yang kelahiran 10
April 1877 itu memang dikenal cerdas. Sebagai anak bangsawan yang juga
Bupati Jepara RM Adipati Ario Sosroningrat, Sosrokartono mengenyam
pendidikan setara orang-orang Belanda yang ada di Indonesia saat itu.
dok buku 'Bunga Rampai Sikap Hidup Drs RMP Sosrokartono' |
Menempuh SD di Eropesche Lagere School di JEPARA,
kemudian melanjutkan ke sekolah menengah di Hogere Burgerschool di
Semarang, dan melanjutkan pendidikan ke Belanda pada 1898, menjadi
mahasiswa pertama yang melanjutkan pendidikannya ke Belanda. Mulanya
Sosrokartono masuk ke sekolah teknik di Leiden, kemudian berpindah ke
jurusan bahasa dan kesusastraan Timur.
Selulusnya
dari sekolah tinggi, dengan Docterandus in de Oostersche Talen dari
Perguruan Tinggi Leiden, dia mengembara ke seluruh Eropa, menjelajahi
pelbagai pekerjaan seperti penterjemah dan wartawan di media Eropa
hingga akhirnya menjadi wartawan media dari AS, The New York Herald
Tribune. Sosrokartono meliput Perang Dunia (PD) I.
Ketika
bertugas dalam medan perang, guna memperlancar tugasnya, Sosrokartono
diberi pangkat mayor oleh pihak Sekutu. Masterpiece-nya sebagai wartawan
PDI I adalah memuat hasil perundingan antara Jerman yang kalah perang
dengan Prancis, pihak yang menang.
Perundingan
itu berlangsung secara rahasia di sebuah gerbong kereta api di hutan
Campienne, Prancis, dan dijaga sangat ketat. Nama penulis berita itu tak
disebutkan, selain kode tiga bintang, kode samaran Sosrokartono.
Setelah PD I selesai, Sosrokartono kembali menjadi penterjemah di Wina, kemudian ahli bahasa pada Kedubes Prancis di Den Haag, dan penerjemah di kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa.
Profesor
Dr JHC Kern, dosen pembimbingnya di Universitas Leiden, pernah
mengundang Sosrokartono untuk menjadi pembicara dalam Kongres Bahasa dan
Sastra Belanda ke-25 di Gent, Belgia, pada September 1899. Dalam
kongres yang membicarakan masalah bahasa dan sastra Belanda di pelbagai
negara itu, Sosrokartono mempersoalkan hak-hak kaum pribumi di Hindia
Belanda yang tak dipenuhi pemerintah jajahan.
Dalam pidatonya yang berjudul Het Nederlandsch in Indie (Bahasa Belanda di Indonesia),
Sosrokartono antara lain mengungkapkan: “Dengan tegas saya menyatakan
diri saya sebagai musuh dari siapa pun yang akan membikin kita (Hindia
Belanda) menjadi bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan
menginjak-injak tradisi serta adat kebiasaan kita yang luhur lagi suci.
Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya tantang!”
0 komentar:
Post a Comment