Masjid
Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali
Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak,
berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan +
35 km dari Kabupaten Jepara.
Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi
Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni
bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun,
indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak
difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.
Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah
Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3)
Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro
Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388
Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi
yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini
merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating
Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala
yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan
bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Bisa
disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Soko Majapahit , tiang ini berjumlah delapan buah terletak di
serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden
Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati
Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.
Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah
wanita. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap
limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini
ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif
Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m.
Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin
dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun
1866 M.
Surya Majapahit , merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer
pada masa Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai
lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat
pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M.
Maksurah , merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau
yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi
keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan
tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti
di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat
itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Pintu Bledeg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini
merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini
merupakan prasasti “Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro
Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar
bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki
arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M
(hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat
mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar
Kencono warisan dari Majapahit.
Dampar Kencana , benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit
abad XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda
Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak
dipimpin Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah
Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah
Mada.
Soko Tatal / Soko Guru yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama
penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko
guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru
dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut
didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian
tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan
Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini
sebagai Soko Tatal.
Situs Kolam Wudlu . Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya
Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs
kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan
lagi.
Menara, bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi
baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi
abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti
KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh
Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin .
0 komentar:
Post a Comment