Sebelumnya, di sini saya bukan bermaksud
untuk mempermasalahkan apa yang ditulis oleh Khalil Al Musawi, hanya
saja di sini saya akan mencoba memaparkan apa yang seharusnya kita
lakukan kepada orang yang sombong sejauh yang saya tahu. Dan, terima
kasih kepada Mas Yasser Arafat, karena dengan dipublikasikannya tulisan
tersebut, saya jadi digiring oleh Allah untuk mencoba menulis di sini.
Jazahumullah Khairan Katsiran, semoga menjadi amal ibadah bagi Mas
Yasser Arafat. Amin
Saya bermohon kepada Allah, semoga saya diberikan taufiq serta inayah-Nya, dalam menulis pada kesempatan kali ini.
Apa itu sombong?
Menukil pendapat Ibnu Jawziy sang
Ulama-Psikolog klasik yang wafat sekitar tahun 597 H, semoga Allah
merahmatinya. Menerangkan bahwa sombong itu adalah meninggikan diri
sendiri seraya merendahkan yang lainnya. Orang yang sombong merasa lebih
unggul dari orang lain, mungkin dari segi keturunan, harta, ilmu,
ibadah, atau yang lainnya. Dan, sombong berdasarkan buku Al Thibb Al
Ruhani termasuk kepada jenis penyakit ruhani. Ciri penyakit ini menurut
beliau rahimahullah adalah perasaan yang lebih mulia, ingin dihargai,
congkak, dan ingin dihormati.
Bahayakah sikap sombong?
Abu Salamah berkata, “Abdullah ibn Umar
berpapasan dengan Ibn Amr di Marwah. Lalu keduanya turun sambil
bercakap-cakap. Ketika ‘Abdullah ibn Umar berlaru, Ibn Amr lalu terduduk
lesu seraya menangis tersedu-sedu. Seseorang bertanya, ‘Mengapa Engkau
Menangis?’ Ia Menjawa sambil menunjuk ke Abdullah ibn Umar, “Orang ini
memberitahu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, ‘Barangsiapa di hatinya terdapat sebiji sawi kesombongan,
Allah akan menelungkupkan wajahnya ke api nereka” (HR. Al Bayhaqi)
Tidak hanya itu, dalam riwayat Muslim
dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidak akan masuk ke surga orang yang dihatinya masih terdapat sebutir
atom kesombongan. Seseorang bertanya, ‘Bagaimana dengan orang yang
memakai baju necis dan sandal bagus?’ Beliau Menjawab, “Sesungguhnya
Allah Mahaindah dan mencintai keindahan. Sombong itu menyalahgunakan
kebenaran dan meremehkan orang lain”
Ya Allah, semoga kita dijauhkan dari
penyakit sombong ini. Dari hadits yang kedua, kita memang dianjurkan
untuk berpenampilan indah, bersih, rapih, dan jika tidak dengan tujuan
untuk pamer, dan menyombongkan diri dengan pakaian yang necis serta
sandal bagus, maka boleh saja, tapi jika kita termasuk yang mudah sekali
tergelincir kepada sikap sombong, maka bersikap zuhud itu lebih baik,
yakni, berpakaian yang layak dan tidak najis, serta tidak harus mahal
yang penting menutupi aurat. Lagi pula, zuhud lebih menghindarkan diri
kita dari fitnah. Dari kesemuanya ini, kita lebih dianjurkan untuk
bersikap tawadhu (merendah hati) dan inilah sikap yang berlawanan dengan
sombong.
Bagaimana sikap kita kepada orang sombong?
Jika orang tersebut adalah sesama
muslim, yakni orang yang secara lahir beragama Islam, tapi dalam
bersikap ia kerap kali sombong. Apakah kita harus bersikap sombong
kepadanya?
Tidak, bukan begitu caranya. Kita harus
tetap tawadhu kepada mereka, dan bersikap lemah lembut, serta menasehati
mereka, sebagaimana sebuah hadits menyatakan bahwa agama ini adalah
nasihat. Ajaklah mereka orang Islam namun memiliki penyakit sombong
untuk bersama duduk dalam majelis-majelis ilmu atau zikir. Kenapa kita
tidak timpalin dengan sikap sombong juga? sebagaimana sering kita dengar
kata,
“Dia itu kan sombong, ya sudah nggak apa-apa kita sombongin dia biar tahu rasa“
Saya khawatir meski itu niatnya untuk
memberikan pelajaran dan niat kita adalah pura-pura sombong,
dikhawatirkan setan akan melakukan bisikan dan malah menjadikan kita
menjadi seorang yang sombong tanpa kita sadar. Lebih baik kita gunakan
pendekatan yang lebih kepada terapi spiritual. Jadi, saudaraku, ketika
saudara kita yang seagama masih berlaku sombong, padahal kesombongan
hanya pantas bagi Allah sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits,
“Keagungan adalah jubah-Ku, kesombongan adalah selendang-Ku. Barangsiapa
meninggalkan keduanya dari-Ku maka Aku akan menyiksanya”.
Penyakit sombong ini bisa menimpa siapa
saja, dan cara kita membentengi diri ialah dengan membaca kisah-kisah
orang yang zuhud serta tawadhu, lalu membaca berbagai ancaman yang akan
dialamatkan kepada pelaku sombong. Lebih memperdalam tauhidnya. Bagi
yang tauhidnya kuat, rasanya tidak mungkin bersikap sombong.
Lalu, Bernilai ibadahkah jika kita bersikap sombong kepada orang sombong?
Jujur saya tidak tahu. Awalnya, saya
kira sikap sombong yang bernilai ibadah adalah jika kita bersikap
sombong kepada orang sombong yang diluar Islam. Ternyata dalam
tulisannya, Khalil Al Musawi menerangkan,
Manusia yang layak kita tawaduki adalah
saudara-saudara kita yang mukmin dan juga manusia yang baik-baik, apapun
agama mereka, bahasa mereka, suku bangsa mereka, strata sosial mereka,
dan ras mereka. Adapun orang-orang yang lalim, borjuis, sombong,
munafik, mereka itu tidak layak kita tawaduki. Bahkan Islam mengajarkan
kepada kita bahwa bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah
ibadah
Dengan kata lain, apapun agamanya jika
dia tidak sombong kita harus bersikap tawadhu, dan jika orang sombong
apapun agamanya, maka kita boleh bersikap sombong kepadanya? karena itu
bernilai ibadah? Wa Allahu A’lam, yang yang bersangkutan yang tahu apa
maksud sebenarnya.
Yang saya ketahui adalah,
Memang ada ungkapan “Menyombongi orang sombong adalah sedekah” (at-takabburu alal mutakabbir shodaqotun).
Dan dalam buku Hadis-hadis Bermasalah,
Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, seorang pakar Ilmu Hadits
Indonesia, mengutip pernyataan Imam Al-Qari yang diriwayatkan dari Imam
Ar-Razi, bahwa ungkapan di atas sekadar omongan orang, bukan hadits.
Yang jelas, sombong kepada siapa pun dilarang dalam Islam. Menyikapi kesombongan dengan kesombongan lagi sama buruknya.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu
dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong
lagi membanggakan diri. (QS Luqmân [31] : 18)
Akhirulkalam,
Jadi, sikap kita sebagai seorang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus sebisa mungkin menghindari dan
mengobati sikap sombong, dengan jalan mendekatkan diri kepada
orang-orang yang tawadhu, mempelajari sejarah kisah orang-orang yang
tawadhu, serta akhir dari orang-orang yang sombong, yang paling utama
ialah memperkuat benteng tauhid kita. Sungguh, sombong adalah dosa
pertama, dan itu dilakukan oleh Iblis, ketika ia bersikap sombong tidak
mau sujud kepada Adam Alaihissalaam.
Nah, jika ada saudara kita yang terkena
penyakit ini, maka berikanlah nasihat dengan cara yang baik, lemah
lembut, tidak harus secara langsung dengan lisan, bisa dengan membelikan
buku-buku kisah-kisah teladan atau tausyiah yang menyentuh kalbu, dan
jangan jauhi mereka karena sikap sombong mereka, kita ajak mereka duduk
bersama dalam berbagai majelis.
Intinya, janganlah kita balas
kesombongan dengan kesombongan pula, itu sama buruknya dan hanya akan
menimbulkan penyakit lainnya atau mejadi bibit penyakit sombong dalam
diri kita. Semoga kita dijauhkan dari sikap sombong, dan semoga
saudara-saudara kita yang dalam hatinya masih ada sikap sombong agar
dihilangkan dan beralih kepada sikap tawadhu.
Wa Allahu A’lam,
Wa Allahu A’lam,
0 komentar:
Post a Comment