Kata Kata Yang Sangat Menyentuh Dari
Film Filosofi Kopi – “Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia
bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada
spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling
menyayang bila ada ruang?”
― ,
― ,
“Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.(Spasi)”
― ,
― ,
“Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun
kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin
kamu sembunyikan.”
― ,
― ,
“Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?”
― ,
Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?”
― ,
“Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya. Filosofi Kopi”
― ,
― ,
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan. Mencari Herman”
― ,
― ,
“Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku igin seiring dan bukan digiring.”
― ,
“Ada dunia di sekelilingmu. Ada aku di sampingmu. Namun, kamu mendamba rasa sendiri itu.”
― ,
“Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Kamu, tidak terkecuali.”
― ,
― ,
“Ada dunia di sekelilingmu. Ada aku di sampingmu. Namun, kamu mendamba rasa sendiri itu.”
― ,
“Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Kamu, tidak terkecuali.”
― ,
“Dia, yang tidak pernah kamu mengerti. Dia, racun yang membunuhmu
perlahan. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta. Sebelah darimu
menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila,
menertawakan segala kebodohannya, kehilafan untuk sampai jatuh hati
kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kalian berjumpa.
Akan kamu kirimkan lagi tiket bioskop, bon restoran, semua tulisannya
–dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah pipi-nya
karena geli, karena asap dan abu dari benda-benda yang dia
hanguskan–bukti bahwa kalian pernah saling tergila-gila–beterbangan
masuk ke matanya. Semoga dia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupmu,
hidupnya, pasti akan lebih mudah.”
― ,
― ,
“ Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikuti di setiap langkah kaki,
merekatkan jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan… karena cinta
adalah mengalami ”
― ,
― ,
“terkadang keadaan membuat cinta terasa amat menyakitkan, akan tetapi
kesejatian cinta tidak akan pernah berakhir manakala pengorbanan cinta
itulah yang menjadi pemeran utamanya. cinta tidak akan pernah salah.
cinta tidak mengenal batas. untuk cinta yang bertepuk sebelah tangan
sekalipun.”
― ,
― ,
“Buat apa ia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair?”
― ,
― ,
“Cuaca demi cuaca melalui kami, dan
kebenaran akan semakin dipojokkan. Sampai akhirnya nanti, badai meletus
dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan, atau
menghanguskan.”
― ,
― ,
“Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?”
― ,
― ,
“Langit begitu hitam sampai batasnya
dengan Bumi hilang. Akibatnya, bintang dan lampu kota bersatu,
seolah-olah berada di satu bidang. Indah, kan?”
― ,
― ,
“Jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.”
― ,
― ,
“Aku sudah diperalat oleh seseorang yang
merasa punya segala-galanya, menjebakku dalam tantangan bodoh yang cuma
jadi pemuas egonya saja, dan aku sendiri terperangkap dalam
kesempurnaan palsu, artifisial! serunya gemas, “Aku malu kepada diriku
sendiri, kepada semua orang yang sudah kujejali dengan kegomalan Ben’s
Perfecto.”
Gombal? Aku positif tidak mengerti.
“Dan kamu tahu apa kehebatan kopi tiwus
itu?” katanya dengan tatapan kosong, “Pak Seno bilang, kopi itu mampu
menghasilkan reaksi macam-macam. Dan dia benar. Kopi tiwus telah
membuatku sadar, bahwa aku ini barista terburuk. Bukan cuma sok tahu,
mencoba membuat filosofi dari kopi lalu memperdagangkannya, tapi yang
paling parah, aku sudah merasa membuat kopi paling sempurna di dunia.
Bodoh! Bodoooh!” Filosofi Kopi”
― ,
― ,
“Keheningan mengapungkan kenangan,
mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis
keberhasilan dan indah kegagalan. Hening menjadi cermin yang membuat
kita berkaca-suka atau tidak pada hasilnya.”
― ,
― ,
“Di tengah gurun yang tertebak, jadilah salju abadi. Embun pagi tak akan
kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase
akan jengah, dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika
kau pergi, atau sekadar bergerak dua inci.
Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda.”
― ,
Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda.”
― ,
“Akan tetapi, yang benar-benar membuat
tempat ini istimewa adalah pengalaman ngopi-ngopi yang diciptakan Ben.
Dia tidak sekadar meramu, mengecap rasa, tapi juga merenungkan kopi yang
dia buat. Ben menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu
filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi. Filosofi Kopi”
― ,
― ,
“Banyak sekali orang yang doyan kopi tiwus ini. Bapak sendiri ndak
ngerti kenapa. Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar,
bikin tenang, bikin kangen… hahaha! Macem-macem! Padahal kata Bapak sih
biasa-biasa saja rasanya, Mas. Barangkali, memang kopinya yang ajaib.
Bapak ndak pernah ngutak-ngutik, tapi berbuah terus. Dari kali pertama
tinggal di sini, kopi itu sudah ada. Kalau ‘tiwus’ itu asalnya dari
almarhumah anak gadis Bapak. waktu kecil dulu, tiap dia lihat bunga kopi
di sini, dia suka ngomong ‘tiwus-tiwus’ gitu,” dengan asyik Pak Seno
mendongeng. Filosofi Kopi”
― ,
― ,
“… karena cinta adala mengalami
membuka diri tidak sama dengan menyerahkan”
― ,
membuka diri tidak sama dengan menyerahkan”
― ,
“bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. karena satu menggenapkan tapi, 2 melenyakan”
― ,
― ,
“Dalam diammu, aku mendengar banyak suara,. Diammu berkata-kata”
0 komentar:
Post a Comment