*BOEMIPUTERA MENGGUGAT*
Bongkar dan Robohkan Patung Jenderal Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur.
Sedikitnya 50 lembaga atau organisasi pemuda dan masyarakat siap menggelar aksi demo damai menuntut pembongkaran patung jenderal perang Cina, Senin, 7 Agustus 2017, di halaman depan DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur.
Peserta aksi tersebut adalah : 1. FKPPI, 2. PPM, 3. PP, 4. KOKAM, 5. GNB (Gerakan Nusantara Bersatu),6. Bela Negara, 7. Patriot Garuda, 8. FUI Lamongan, 9. PENGABDIAN RAKYAT SEJATI, 10. FRAB (Forum Relawan Anak Bangsa), 11. LKRI (Lembaga Kedaulatan Rakyat Indonesia), 12. KBRS (Komunitas Bambu Runcing Surabaya), 13. Laskar Garuda Nusantara, 14. Komunitas Garuda Sakti, 15. JAMPS, 16. Pemuda Muslimin Indonesia, 17. PAGASA (Pergerakan Gajah Mada Sakti) Jatim, 18. Wira Karya Indonesia, 19. Baladhika Karya, 20. Garda Muda Merah Putih, 21. Satria Jatim, 22. Jaring Garuda, 23. KNPI, 24. GM. FKPPI, 25. FAK (Front Anti Komunis), 26. Pemuda PUSURA, 27. FRONT PANCASILA, 28. Rumah Pancasila
29. Wahana Parade Nusantara, 30. The Society of Maritime affairs and Fisheris Forum, 31. PII SDA, 32. Pemuda Bulan Bintang SDA, 33. LASBANDRA (Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat), 34. AKSIRA, 35. SAKTI, 36. Gema Al Ittihadiah, 37. Indonesia Law Enforcement Forum, 38. Perhimpunan BOEMI POETRA, 39. FOPNAS, 40. Perhimpunan Pergerakan Pribumi Indonesia (P3 I), 41. Perhimpunan Muslimin Indonesia, 42. Front Aliansi Umat Islam Bersaru Jateng - DIY, 43. Laskar Barisan Muda Klaten, 44. Gerakan Pemuda Islam, 45. Divisi Peta Jatim, 46. PEKAT Jatim, 47. BHOEMINDO (Bhoemiputera Nusantara Indonesia), 48. PKW (Paguyuban Kerukunan Warga), 49. PWMI (Persatuan Wartawan Mingguan Indonesia), 50. Kaum Fukoro & Masakin.
Bila satu lembaga saja mengirimkan sedikitnya 20 orang, maka kisaran 1.000 orang pemuda Boemiputera Nusantara Indonesia bakal memenuhi halaman depan Gedung Perwakilan Rakyat di seberang Masjid Kemayoran, seputar bilangan Tugu Pahlawan - monumen perjoangan arek-arek Surabaya, November 1945 dulu.
Hajat demo, sebagai wujud hak menyatakan pendapat ini, dihadiri bukan saja gabungan pemuda dan masyarakat kota pahlawan - Surabaya - melainkan juga akumulasi aspirasi rakyat Jawa Timur, bahkan komunitas pemuda dari tlatah Kerajaan Sultan Hamengku Bhuwono X, DI Yogyakarta. Tak menutup kemungkinan berduyun-duyun pemuda dan masyarakat - bergabung di latar DPRD Provinsi Jawa Timur - dari Sabang sampai Merauke, dari Rote hingga Talaut, menyatakan : SUMPAH PEMOEDA Ke-2.
"Kami semua bahu membahu, bertekad untuk menyatakan hak berpendapat kepada Para Wakil kami di gedung DPRD Jatim yang terhormat ini, menuntut dan mendesak, agar segera dilakukan Pembongkaran dan Robohkan Patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Tuban", kata Didik, kordinator lapangan.
Lebih rinci, Prihandoyo dari komunitas Rumah Pancasila yang ikut mengawal demo ini menguraikan, bahwa upaya membongkar dan merobohkan patung kebanggaan negara asing, yakni Tiongkok (RRC) tersebut dilatarbelakangi oleh pertimbangan sebagai berikut :
1. Bukan bagian dari ritual pemujaan suatu agama yang diakui di Indonesia.
2. Bukan bagian dari sejarah perjoangan bangsa Indonesia.
3. Tidak mencerminkan kebudayaan bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
4. Tidak mencerminkan rasa nasionalisme dan pateiotik bangsa Indonesia.
5. Tidak mengindahkan rasa kearifan terhadap Budaya Lokal dan Boemiputera Nusantara.
6. Tidak mengandung nilai pendidikan sejarah bagi putra-putri generasi penerus bangsa Indonesia.
7. Karakter dan ukuran patung 30,4 m mengindikasikan kekuasaan, penindasan, dan penjajahan terhadap bangsa Indonesia.
8. Sebagai lambang keangkuhan bangsa asing (Cina) di Boemi Pertiwi Persada Indonesia.
9. Menandingi sekaligus sebagai bentuk penghinaan terhadap tokoh perjuangan pendiri bangsa Indonesia.
10. Sebagai bentuk pengkhianatan terhadap jatidiri dan ciri khas Warga Negara Indonesia.
Oleh karena itu, demo yang diharapkan juga dihadiri oleh tokoh-tokoh Jawa Timur .Selain itu, gelar aksi pemuda yang menyedot perhatian nasional dan internasional kali ini, juga bermakna perlawanan Rakyat Indonesia terhadap dominasi dan penguasaan Cina dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam pada itu, sangat disayangkan, ditengah keprihatinan bangsa Indonesia terhadap pelanggaran etika dan budaya, atas dibangunnya Patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Tuban, yang menelan biaya hingga 2,5 M dan diduga sebagai patung terbesar / tertinggi se-Asia Tenggara, setinggi 30.4 meter itu, ternyata sungguh ironis, bahwa yang meresmikan pembukaan patung tersebut justru Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkhifli Hasan. Tentu saja hal ini semakin mendulang protes dari berbagai pihak, dan dari segala penjuru Nusantara serta viral di media sosial.
Salah satunya protes datang dari Presiden GEPRINDO Bastian P Simanjutak, saat dikonfirmasi lewat telepon, pada sabtu (29/7/2017). "Saya mengecam keras didirikannya patung Jendral Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen yang tingginya 30,4 meter yang berada di klenteng Kwan Sing Bio, Tuban Jawa Timur", katanya.
Arukat, aktivis gaek Jawa Timur juga menyatakan : "Ya, pendirian patung tersebut telah mencederai rasa Nasionalime Boemiputera dan lebih besar bermuatan politis daripada nilai-nilai keagamaannya, sama sekali tak ada hubungan langsung dengan ritual dalam klenteng itu“. Susi dari FKPPI juga menambahkan : "Ingat ! ini negara Indonesia, didirikan oleh bangsa Indonesia, dimiliki dan dikuasai oleh Bangsa Indonesia, oleh karena itu sungguh tidak etis, ada bangsa lain yang sok kuasa di Republik ini dengan mendirikan patung jendral perangnya di negara orang lain".
Kembali Bastian P. Simanjuntak menegaskan : "Bangsa Indonesia tidak mengenal panglima perang yang bernama Kwan Sing Tee Koen, sebab panglima perang bangsa indonesia adalah _*panglima besar Jendral Sudirman*_” dengan nada Geram. "Saya mencurigai ada maksud lain dibalik pendirian patung sebesar itu, oleh karena itu sebaiknya Badan Intelijen Indonesia turun tangan mengumpulkan informasi apa alasan sebenarnya dibalik pendirian patung sebesar itu, ada tidak aliran dana dari negara komunis Cina ?", sambungnya.
Rakyat Indonesia sangat paham, Negara Cina memiliki kepentingan strategis terhadap Indonesia, ada rencana menghidupkan kembali jalur sutra, ada pembangunan proyek-proyek infrastruktur, pengakuisisian tambang energi dan mineral, perkebunan, ada pembelian hunian oleh warga cina di pulau reklamasi dan kota Meikarta, ada proyek kereta api cepat Bandung-Jakarta, ada pencurian ikan, penyelundupan narkoba, kejahatan IT dan banjirnya produk-produk Cina di pasar Indonesia.
Pemerintah harus segera bertindak dengan menerbitkan peraturan yang tidak memperbolehkan pembangunan simbol-simbol bangsa lain di Indonesia yang bisa memupuk rasa nasionalisme asing, sebaliknya melemahkan nasionalime bangsa Indonesia.
Panglima TNI berkali-kali berpidato tentang perang asimetris, perang proxi, namun mengapa patung jendral perang Cina setinggi 30 meter tidak dianggap sebagai ancaman kedaulatan ? Coba kita pikir, bolehkah kita mendirikan patung Jendral Sudirman setinggi 30 meter di Cina sana ?
Sementara, menurut aktivis Gerakkan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK), Muslim Arby, beberapa pernyataan kaum pendatang seperti : NKRI bukan Ayah Kandung tapi Ayah tiri, dan kesetiaan kepada Tanah Leluhur, yang pernah di contoh oleh om Liem (Red. Liem Sioe Liong), adalah fakta.
Terasa semakin rapuh rasa nasionalisme kita sebagai bangsa sejak amandemen UUD 1945 dan diamandemen nya kaum pribumi yang punya hak atas negara bangsa ini dan pupus pula kedaulatan sebagai bangsa.
Prihandoyo Ketua Rumah Panca Sila juga menambahkan : "Di negara manapun didunia ini, tidak ada orang mendirikan patung pahlawan bangsanya di negara orang lain, bahkan Amerika yang paling liberal pun apa mengijinkan patung pahlawan bangsa lain berdiri di Amerika ?"
Patung Kwan Sing Tee Koen yang di bangun di Tuban itu, bahkan jauh lebih besar dan lebih tinggi dari patung Pahlawan di negeri ini, termasuk monumen Proklamator pendiri NKRI, celaka nya (ops !) patung itu diresmikan ketua MPR RI, Zukifli Hasan.
Ternyata, patung Cina ini bukan yang pertama, sebelumnya telah dibangun lebih dulu di Taman Ismail Marzuki (TMII), patung Po An Tui dan di Kenjeran Surabaya, patung Dewi Kwan Im. Fenomena apa yang terjadi dengan bangsa ini, mana para Ulama di kota Wali Tuban ? Mana TNI, mana Polri, mana penjaga persada negeri ini, mana yang biasa teriak NKRI harga mati, ternyata kita semua telah mati rasa.
http://busurnews.com/2017/08/baru-saja-diresmikan-ketua-mpr-ri-patung-kwan-sing-tee-koen-tuai-banyak-protes/
Kita, bangsa Indonesia harus waspada, peristiwa pembangunan patung panglima perang Cina yang lengkapnya bernama *Kong Co Kwan Sing Tee Koen*, di Tuban itu benar-benar tak boleh dibiarkan begitu saja. Bukan tidak mungkin ini adalah sinyalemen adanya persiapan menjajah Indonesia, baik secara halus (asimetris atau proxy war), atau terang-terang akan melakukan invasi dan pendudukan. Setidak-tidaknya itu adalah wujud penjajahan kultural. Bertentangan dengan ajaran TRI SAKTI Bung Karno : Berdaulat dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi dan Berkebudayaan (Nusantara Indonesia).
Bahaya bagi kita Boemiputera Nusantara, sekarang lagi ngetrend pemerintah Tiongkok (RRC) dan WNI keturunan Cina membangun simbol-simbol Tiongkok di Indonesia, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di berbagai daerah, terutama di kawasan wisata, di bangun banyak sekali klenteng, vihara, tempat pemujaan, serta patung-patung simbol Kekaisaran Cina. Di TMII juga telah dibangun Patung Po An Tui, sebelum di Tuban dibangun Patung Panglima Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen. Padahal menurut sejarah Nasional Indonesia, Po An Tui musuh berat pejoang kemerdekaan RI, adapun Kwan Sing Tee Koen adalah seorang jenderal di RRC.
Selain itu masih banyak lagi, telah dibangun masjid berarsitektur Tiongkok beraroma Naga yang Merah Menyala. Masyarakat dapat menerima karena dengan label "Masjid Panglima Cheng Hoo". Masjid arsitektur Cina dilengkapi dengan Patung Cheng Hoo dalam ukuran besar. Sekarang di Indonesia, sedikitnya sudah berdiri lebih kurang 20 Masjid Cheng Hoo tersebar mulai dari Semarang, Surabaya, Balikpapapan, Palembang, Batam dll. Masjid Cheng Hoo juga diberi label "Kebhinekaan NKRI". Label "Keulamaan" Cheng Hoo, sehingga mampu menenggelamkan ketenaran Wali Songo penyebar Islam di Nusantara.
Pemerintah Daerah, umumnya, mengijinkan karena dimaksudkan untuk memperindah kawasan wisata, dalam rangka untuk menarik minat wisatawan dari Cina. Apalagi bangunan itu dibangun dengan gratis, sumbangan perusahaan Tiongkok dan bantuan pengusaha-pengusaha WNI keturunan Cina di Indonesia.
Sementara hampir semua pulau-pulau di kawasan wisata ujung Jawa Timur mulai dari Pacitan, Malang Raya, sampai ke Banyuwangi setiap ada pulau kecil kawasan wisata dibangun klenteng khas Tiongkok.
Di Tuban, Gresik dan Rembang Klenteng dilengkapi Patung Pahlawan Cina. Di Pulau Kemaro Palembang, Pontianak, Singkawang, Sungailiat dan Pangkalpinang dibuat klenteng dengan sebutan "terbesar" di Asia.
Bahkan di pulau Bangka sudah ada 1.200 klenteng, di Kalimantan Barat sekitar 1.000 klenteng dibangun dalam 5 tahun terakhir. Sebuah pertumbuhan yang amat dahsyat ! Untuk agama ? Bukan...! Untuk simbol penguasaan terhadap NKRI ! Sayangnya, Pemerintah Daerah setempat merasa gembira dapat bangunan gratis tidak membebani APBD. Partai penguasa senang karena warna Merah Menyala dari setiap bangunan dianggapnya sebagai promosi gratis sepanjang tahun.
Sekali lagi, apakah itu semua dibangun untuk ibadah umat Budha ? Bukan... ! Bangunan arsitektur Tiongkok di Indonesia dibangun sebagai simbol penguasaan Cina atas NKRI, pencaplokan kultural secara sistematis dan masif.. NKRI.....pelan dan bertahap kehilangan jatidiri sebagai bangsa,
karena pejabat pemerintah republik ini terlena.....!
PETISI MENUNTUT BONGKAR DAN ROBOHKAN PATUNG KWAN SING TEE KOEN
Bongkar dan Robohkan Patung Jenderal Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur.
Sedikitnya 50 lembaga atau organisasi pemuda dan masyarakat siap menggelar aksi demo damai menuntut pembongkaran patung jenderal perang Cina, Senin, 7 Agustus 2017, di halaman depan DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur.
Peserta aksi tersebut adalah : 1. FKPPI, 2. PPM, 3. PP, 4. KOKAM, 5. GNB (Gerakan Nusantara Bersatu),6. Bela Negara, 7. Patriot Garuda, 8. FUI Lamongan, 9. PENGABDIAN RAKYAT SEJATI, 10. FRAB (Forum Relawan Anak Bangsa), 11. LKRI (Lembaga Kedaulatan Rakyat Indonesia), 12. KBRS (Komunitas Bambu Runcing Surabaya), 13. Laskar Garuda Nusantara, 14. Komunitas Garuda Sakti, 15. JAMPS, 16. Pemuda Muslimin Indonesia, 17. PAGASA (Pergerakan Gajah Mada Sakti) Jatim, 18. Wira Karya Indonesia, 19. Baladhika Karya, 20. Garda Muda Merah Putih, 21. Satria Jatim, 22. Jaring Garuda, 23. KNPI, 24. GM. FKPPI, 25. FAK (Front Anti Komunis), 26. Pemuda PUSURA, 27. FRONT PANCASILA, 28. Rumah Pancasila
29. Wahana Parade Nusantara, 30. The Society of Maritime affairs and Fisheris Forum, 31. PII SDA, 32. Pemuda Bulan Bintang SDA, 33. LASBANDRA (Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat), 34. AKSIRA, 35. SAKTI, 36. Gema Al Ittihadiah, 37. Indonesia Law Enforcement Forum, 38. Perhimpunan BOEMI POETRA, 39. FOPNAS, 40. Perhimpunan Pergerakan Pribumi Indonesia (P3 I), 41. Perhimpunan Muslimin Indonesia, 42. Front Aliansi Umat Islam Bersaru Jateng - DIY, 43. Laskar Barisan Muda Klaten, 44. Gerakan Pemuda Islam, 45. Divisi Peta Jatim, 46. PEKAT Jatim, 47. BHOEMINDO (Bhoemiputera Nusantara Indonesia), 48. PKW (Paguyuban Kerukunan Warga), 49. PWMI (Persatuan Wartawan Mingguan Indonesia), 50. Kaum Fukoro & Masakin.
Bila satu lembaga saja mengirimkan sedikitnya 20 orang, maka kisaran 1.000 orang pemuda Boemiputera Nusantara Indonesia bakal memenuhi halaman depan Gedung Perwakilan Rakyat di seberang Masjid Kemayoran, seputar bilangan Tugu Pahlawan - monumen perjoangan arek-arek Surabaya, November 1945 dulu.
Hajat demo, sebagai wujud hak menyatakan pendapat ini, dihadiri bukan saja gabungan pemuda dan masyarakat kota pahlawan - Surabaya - melainkan juga akumulasi aspirasi rakyat Jawa Timur, bahkan komunitas pemuda dari tlatah Kerajaan Sultan Hamengku Bhuwono X, DI Yogyakarta. Tak menutup kemungkinan berduyun-duyun pemuda dan masyarakat - bergabung di latar DPRD Provinsi Jawa Timur - dari Sabang sampai Merauke, dari Rote hingga Talaut, menyatakan : SUMPAH PEMOEDA Ke-2.
"Kami semua bahu membahu, bertekad untuk menyatakan hak berpendapat kepada Para Wakil kami di gedung DPRD Jatim yang terhormat ini, menuntut dan mendesak, agar segera dilakukan Pembongkaran dan Robohkan Patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Tuban", kata Didik, kordinator lapangan.
Lebih rinci, Prihandoyo dari komunitas Rumah Pancasila yang ikut mengawal demo ini menguraikan, bahwa upaya membongkar dan merobohkan patung kebanggaan negara asing, yakni Tiongkok (RRC) tersebut dilatarbelakangi oleh pertimbangan sebagai berikut :
1. Bukan bagian dari ritual pemujaan suatu agama yang diakui di Indonesia.
2. Bukan bagian dari sejarah perjoangan bangsa Indonesia.
3. Tidak mencerminkan kebudayaan bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
4. Tidak mencerminkan rasa nasionalisme dan pateiotik bangsa Indonesia.
5. Tidak mengindahkan rasa kearifan terhadap Budaya Lokal dan Boemiputera Nusantara.
6. Tidak mengandung nilai pendidikan sejarah bagi putra-putri generasi penerus bangsa Indonesia.
7. Karakter dan ukuran patung 30,4 m mengindikasikan kekuasaan, penindasan, dan penjajahan terhadap bangsa Indonesia.
8. Sebagai lambang keangkuhan bangsa asing (Cina) di Boemi Pertiwi Persada Indonesia.
9. Menandingi sekaligus sebagai bentuk penghinaan terhadap tokoh perjuangan pendiri bangsa Indonesia.
10. Sebagai bentuk pengkhianatan terhadap jatidiri dan ciri khas Warga Negara Indonesia.
Oleh karena itu, demo yang diharapkan juga dihadiri oleh tokoh-tokoh Jawa Timur .Selain itu, gelar aksi pemuda yang menyedot perhatian nasional dan internasional kali ini, juga bermakna perlawanan Rakyat Indonesia terhadap dominasi dan penguasaan Cina dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam pada itu, sangat disayangkan, ditengah keprihatinan bangsa Indonesia terhadap pelanggaran etika dan budaya, atas dibangunnya Patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Tuban, yang menelan biaya hingga 2,5 M dan diduga sebagai patung terbesar / tertinggi se-Asia Tenggara, setinggi 30.4 meter itu, ternyata sungguh ironis, bahwa yang meresmikan pembukaan patung tersebut justru Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkhifli Hasan. Tentu saja hal ini semakin mendulang protes dari berbagai pihak, dan dari segala penjuru Nusantara serta viral di media sosial.
Salah satunya protes datang dari Presiden GEPRINDO Bastian P Simanjutak, saat dikonfirmasi lewat telepon, pada sabtu (29/7/2017). "Saya mengecam keras didirikannya patung Jendral Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen yang tingginya 30,4 meter yang berada di klenteng Kwan Sing Bio, Tuban Jawa Timur", katanya.
Arukat, aktivis gaek Jawa Timur juga menyatakan : "Ya, pendirian patung tersebut telah mencederai rasa Nasionalime Boemiputera dan lebih besar bermuatan politis daripada nilai-nilai keagamaannya, sama sekali tak ada hubungan langsung dengan ritual dalam klenteng itu“. Susi dari FKPPI juga menambahkan : "Ingat ! ini negara Indonesia, didirikan oleh bangsa Indonesia, dimiliki dan dikuasai oleh Bangsa Indonesia, oleh karena itu sungguh tidak etis, ada bangsa lain yang sok kuasa di Republik ini dengan mendirikan patung jendral perangnya di negara orang lain".
Kembali Bastian P. Simanjuntak menegaskan : "Bangsa Indonesia tidak mengenal panglima perang yang bernama Kwan Sing Tee Koen, sebab panglima perang bangsa indonesia adalah _*panglima besar Jendral Sudirman*_” dengan nada Geram. "Saya mencurigai ada maksud lain dibalik pendirian patung sebesar itu, oleh karena itu sebaiknya Badan Intelijen Indonesia turun tangan mengumpulkan informasi apa alasan sebenarnya dibalik pendirian patung sebesar itu, ada tidak aliran dana dari negara komunis Cina ?", sambungnya.
Rakyat Indonesia sangat paham, Negara Cina memiliki kepentingan strategis terhadap Indonesia, ada rencana menghidupkan kembali jalur sutra, ada pembangunan proyek-proyek infrastruktur, pengakuisisian tambang energi dan mineral, perkebunan, ada pembelian hunian oleh warga cina di pulau reklamasi dan kota Meikarta, ada proyek kereta api cepat Bandung-Jakarta, ada pencurian ikan, penyelundupan narkoba, kejahatan IT dan banjirnya produk-produk Cina di pasar Indonesia.
Pemerintah harus segera bertindak dengan menerbitkan peraturan yang tidak memperbolehkan pembangunan simbol-simbol bangsa lain di Indonesia yang bisa memupuk rasa nasionalisme asing, sebaliknya melemahkan nasionalime bangsa Indonesia.
Panglima TNI berkali-kali berpidato tentang perang asimetris, perang proxi, namun mengapa patung jendral perang Cina setinggi 30 meter tidak dianggap sebagai ancaman kedaulatan ? Coba kita pikir, bolehkah kita mendirikan patung Jendral Sudirman setinggi 30 meter di Cina sana ?
Sementara, menurut aktivis Gerakkan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK), Muslim Arby, beberapa pernyataan kaum pendatang seperti : NKRI bukan Ayah Kandung tapi Ayah tiri, dan kesetiaan kepada Tanah Leluhur, yang pernah di contoh oleh om Liem (Red. Liem Sioe Liong), adalah fakta.
Terasa semakin rapuh rasa nasionalisme kita sebagai bangsa sejak amandemen UUD 1945 dan diamandemen nya kaum pribumi yang punya hak atas negara bangsa ini dan pupus pula kedaulatan sebagai bangsa.
Prihandoyo Ketua Rumah Panca Sila juga menambahkan : "Di negara manapun didunia ini, tidak ada orang mendirikan patung pahlawan bangsanya di negara orang lain, bahkan Amerika yang paling liberal pun apa mengijinkan patung pahlawan bangsa lain berdiri di Amerika ?"
Patung Kwan Sing Tee Koen yang di bangun di Tuban itu, bahkan jauh lebih besar dan lebih tinggi dari patung Pahlawan di negeri ini, termasuk monumen Proklamator pendiri NKRI, celaka nya (ops !) patung itu diresmikan ketua MPR RI, Zukifli Hasan.
Ternyata, patung Cina ini bukan yang pertama, sebelumnya telah dibangun lebih dulu di Taman Ismail Marzuki (TMII), patung Po An Tui dan di Kenjeran Surabaya, patung Dewi Kwan Im. Fenomena apa yang terjadi dengan bangsa ini, mana para Ulama di kota Wali Tuban ? Mana TNI, mana Polri, mana penjaga persada negeri ini, mana yang biasa teriak NKRI harga mati, ternyata kita semua telah mati rasa.
http://busurnews.com/2017/08/baru-saja-diresmikan-ketua-mpr-ri-patung-kwan-sing-tee-koen-tuai-banyak-protes/
Kita, bangsa Indonesia harus waspada, peristiwa pembangunan patung panglima perang Cina yang lengkapnya bernama *Kong Co Kwan Sing Tee Koen*, di Tuban itu benar-benar tak boleh dibiarkan begitu saja. Bukan tidak mungkin ini adalah sinyalemen adanya persiapan menjajah Indonesia, baik secara halus (asimetris atau proxy war), atau terang-terang akan melakukan invasi dan pendudukan. Setidak-tidaknya itu adalah wujud penjajahan kultural. Bertentangan dengan ajaran TRI SAKTI Bung Karno : Berdaulat dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi dan Berkebudayaan (Nusantara Indonesia).
Bahaya bagi kita Boemiputera Nusantara, sekarang lagi ngetrend pemerintah Tiongkok (RRC) dan WNI keturunan Cina membangun simbol-simbol Tiongkok di Indonesia, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di berbagai daerah, terutama di kawasan wisata, di bangun banyak sekali klenteng, vihara, tempat pemujaan, serta patung-patung simbol Kekaisaran Cina. Di TMII juga telah dibangun Patung Po An Tui, sebelum di Tuban dibangun Patung Panglima Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen. Padahal menurut sejarah Nasional Indonesia, Po An Tui musuh berat pejoang kemerdekaan RI, adapun Kwan Sing Tee Koen adalah seorang jenderal di RRC.
Selain itu masih banyak lagi, telah dibangun masjid berarsitektur Tiongkok beraroma Naga yang Merah Menyala. Masyarakat dapat menerima karena dengan label "Masjid Panglima Cheng Hoo". Masjid arsitektur Cina dilengkapi dengan Patung Cheng Hoo dalam ukuran besar. Sekarang di Indonesia, sedikitnya sudah berdiri lebih kurang 20 Masjid Cheng Hoo tersebar mulai dari Semarang, Surabaya, Balikpapapan, Palembang, Batam dll. Masjid Cheng Hoo juga diberi label "Kebhinekaan NKRI". Label "Keulamaan" Cheng Hoo, sehingga mampu menenggelamkan ketenaran Wali Songo penyebar Islam di Nusantara.
Pemerintah Daerah, umumnya, mengijinkan karena dimaksudkan untuk memperindah kawasan wisata, dalam rangka untuk menarik minat wisatawan dari Cina. Apalagi bangunan itu dibangun dengan gratis, sumbangan perusahaan Tiongkok dan bantuan pengusaha-pengusaha WNI keturunan Cina di Indonesia.
Sementara hampir semua pulau-pulau di kawasan wisata ujung Jawa Timur mulai dari Pacitan, Malang Raya, sampai ke Banyuwangi setiap ada pulau kecil kawasan wisata dibangun klenteng khas Tiongkok.
Di Tuban, Gresik dan Rembang Klenteng dilengkapi Patung Pahlawan Cina. Di Pulau Kemaro Palembang, Pontianak, Singkawang, Sungailiat dan Pangkalpinang dibuat klenteng dengan sebutan "terbesar" di Asia.
Bahkan di pulau Bangka sudah ada 1.200 klenteng, di Kalimantan Barat sekitar 1.000 klenteng dibangun dalam 5 tahun terakhir. Sebuah pertumbuhan yang amat dahsyat ! Untuk agama ? Bukan...! Untuk simbol penguasaan terhadap NKRI ! Sayangnya, Pemerintah Daerah setempat merasa gembira dapat bangunan gratis tidak membebani APBD. Partai penguasa senang karena warna Merah Menyala dari setiap bangunan dianggapnya sebagai promosi gratis sepanjang tahun.
Sekali lagi, apakah itu semua dibangun untuk ibadah umat Budha ? Bukan... ! Bangunan arsitektur Tiongkok di Indonesia dibangun sebagai simbol penguasaan Cina atas NKRI, pencaplokan kultural secara sistematis dan masif.. NKRI.....pelan dan bertahap kehilangan jatidiri sebagai bangsa,
karena pejabat pemerintah republik ini terlena.....!
PETISI MENUNTUT BONGKAR DAN ROBOHKAN PATUNG KWAN SING TEE KOEN
- DPRD jawa timur
- bupati tuban
- DPRD TUBAN
0 komentar:
Post a Comment